Minggu, 13 Februari 2011

Ngunjung

"Kebudayaan adalah benang merah yang menghubungkan dimensi ruang,
waktu, manusia, serta kreativitasnya yang berlangsung tanpa henti.
Ruang-ruang kebudayaan sebagai hasil ketajaman budi dan fikir
masyarakat membentuk suatu kesatuan utuh yang tak dapat dipisahkan,
baik nilai-nilai dalam tradisi, perekonomian, pertanian, pendidikan,
sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sejarah, maupun lingkungan.

Seni pertunjukan di Indonesia, dalam perjalanannya, merupakan sebuah
ungkapan hati para kreatornya yang disublimasikan dari pengalaman-
pengalaman indrawi keseharian mereka, seperti mata pencaharian
(pertanian), gejala alam, dsb. Dapat dipahami apabila kesenian yang
wajar hanya dapat dihasilkan oleh kelompok masyarakat yang secara
sosial budaya dan ekonomi telah sejahtera. Hal ini telah dicontohkan
leluhur kita yang dapat kita lihat dari helaran seni tradisi
pertanian, diantaranya tradisi "Ngunjung".

Ngunjung Sirung secara etimologi bermakna "menyambut dengan hormat
tunas baru". Perayaan "ngunjung" merupakan sebuah tradisi penanaman
padi yang pertama. Upacara ini berasal dari Indramayu, Majalengka,
dan Cirebon. Tradisi "Ngunjung" biasa dilaksanakan pada bulan
September (musim tanam) dan dimeriahkan dengan berbagai kesenian
khas daerah-daerah tersebut. Sedangkan kata "sirung" kami maknai
sebagai generasi-generasi pewaris budaya. Dengan demikian, "Ngunjung
Sirung" adalah sebuah upaya revilatiliasai budaya, yaitu
revitalisasi tradisi "ngunjung" untuk proses regenerasi. Melalui
seni "Ngunjung Sirung", para "sirung" atau generasi muda Sunda mulai
dikenalkan kepada budayanya, yaitu budaya Sunda.

Seiring dengan derasnya arus globalisasi yang semakin sukar diredam,
budaya lokal dengan segala kearifannya mulai tersisihkan. Sunda,
yang sedikitnya menyimpan tiga ratus jenis kreativitas budaya dalam
bentuk kesenian saat ini juga terimbas oleh arus budaya global itu.
Revitalisasi tradisi seperti "Ngunjung Sirung" diharapkan mampu
meredam serbuan budaya global terhadap budaya lokal. "Ngunjung
Sirung" juga kiranya dapat berkontribusi pada upaya-upaya
pengembangan, pembinaan, dan pemakaian seni dan sastra sebagai
khasanah budaya daerah seperti amanat Perda No. 5 Tahun 2003 tentang
Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Daerah. "Ngunjung Sirung"
yang akan dipentaskan di "Celah-celah Langit" (CCL) diharapkan
menjadi salah satu sarana pemuliaan khasanah budaya Sunda.

CCL berlokasi di Jl. Setiabudi (50 meter dari terminal Ledeng),
Bandung, seluas 200 m2, adalah sebuah ruang publik yang
representatif untuk menyampaikan pesan-pesan melalui kesenian.
Karena di CCL, penonton disituasikan seperti sebuah keluarga yang
tidak mengenal hirarki sosial. Berbagai pagelaran seni telah
dilaksanakan di CCL dengan sukses. CCL menyediakan wahana untuk
menyuguhi masyarakat dengan tontonan yang mendidik sekaligus
menghibur. CCL dapat menjadi sebuah model landscape untuk
menghidupkan kantong-kantong budaya di daerah guna menumbuh-
kembangkan kesenian secara khusus, dan kebudayaan pada umumnya.

Intelektual dan pemerhati budaya Sunda yang tergabung dalam sebuah
Event Organizer bernama Sundalana bekerja sama dengan koperasi
Amanah Sarakan mengajak Anda semua berpartisipasi dalam pemuliaan
budaya lokal. Donasi Anda semua yang dikontribusikan guna mendukung
pertunjukkan "Ngunjung Sirung" merupakan bentuk dukungan pada
pemuliaan kearifan lokal".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar